Oleh: Pdt. Daniel Susanto S.Th
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Doa adalah sarana komunikasi manusia dengan Allah. Dalam Iman Kristen terlebih khusus Doa dipanjatkan Kepada Bapa Di Surga dengan perantara Yesus Kristus dan Roh Kudus menolong si pendoa untuk menyampaikan permohonan yang tidak terucapkan (Roma 8:26).
Namun tidak sedikit orang yang merasa doa-doanya tidak terjawab atau lama memperoleh jawaban doanya. Sering kali, tidak dipungkiri kita merasa bahwa ketiadaan jawaban dari doa kita dapat membuat kita meragukan keberadaan Tuhan dan atau apakah doa-doa yang dipanjatkan itu memiliki kuasa?
Dari sekian banyak kasus depresi hingga bunuh diri, diduga karena seseorang merasa bahwa doa dan harapannya sia-sia, bahkan meragukan eksistensi Sang Pencipta. Padahal justru di masa-masa yang terjepit kita perlu berdoa dan berserah kepada Tuhan.
Dalam perspektif ini, sebagai umat Beriman ada beberapa hal yang perlu diingat. Antara lain:
- Doa adalah Sarana dan Bentuk Komunikasi dengan Tuhan
Doa adalah cara dan sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dalam Matius 6:6, Tuhan Yesus mengajarkan tentang untuk berdoa dengan tulus dan tidak bertele-tele. Dia berkata, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu dan tutuplah pintu, berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi; Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Ini menunjukkan bahwa doa adalah hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan, bukan sekadar ritual. Sehingga doa merupakan komunikasi dua arah antara manusia dan Allah. Tetapi terkadang dari sisi manusiawi kita, ada kecenderungan menjadikan doa hanya sebuah bentuk komunikasi satu arah. Seperti yang dikatakan oleh Burk Parsons bahwa kita lebih sering memanjatkan doa seperti sebuah daftar belanjaan semata. Padahal seharusnya tidak demikian.
Namun, meskipun doa seharusnya menjadi hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan, tidak jarang kita terjebak dalam pola berpikir yang menjadikan doa sebagai bentuk komunikasi satu arah. Kita sering kali datang kepada Tuhan dengan daftar permohonan, bukannya mengembangkan hubungan yang lebih dalam. Hal ini membuat kita merasa frustrasi ketika jawaban tidak segera datang, dan ketiadaan bukti dari jawaban doa bisa membuat kita merasa putus asa. Inilah yang membawa kita pada hal selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam doa, yakni: “Ketiadaan Bukti dalam Doa.”
- Ketiadaan Bukti dalam Doa
Sering kali, kita berdoa dan tidak melihat hasil secara langsung. Ketiadaan bukti dari jawaban doa kita bisa membuat kita merasa putus asa. Namun, kita harus ingat bahwa “Ketiadaan Bukti bukan Berarti Bukti Ketiadaan.”
Di sinilah pentingnya memanjatkan doa dengan penuh iman, karena ketika doa-doa kita tampak tidak terjawab, iman menjadi jembatan yang menghubungkan antara harapan dengan keyakinan akan kasih dan kuasa Tuhan.
Dalam Ibrani 11:1, kita diajarkan bahwa “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Ini mengingatkan dengan tegas bahwa iman tidak bergantung pada apa yang terlihat, tetapi pada keyakinan akan janji-janji dan rencana Tuhan yang terbaik.
- Kesabaran dalam Menunggu Jawaban Doa
Alkitab mengajarkan kita untuk bersabar dalam menunggu jawaban doa. Dalam Yakobus 1:2-4, kita diajarkan untuk menganggap segala sesuatu sebagai sukacita ketika kita jatuh ke dalam berbagai pencobaan, karena pencobaan itu menghasilkan ketekunan. Ketekunan ini penting dalam hidup kita sebagai orang percaya, karena sering kali jawaban doa datang dalam waktu yang tidak kita duga.
Ketika kita menghadapi ketiadaan jawaban dari doa, Tuhan mengajak untuk merenungkan makna dari ketekunan dan kesabaran. Iman yang sejati tidak hanya bertumpu pada apa yang bisa dilihat, tetapi pada keyakinan yang mendalam akan janji-janji dan rencana Tuhan yang terbaik. Dalam momen-momen ketidakpastian, Tuhan mengajarkan untuk bersabar dan percaya kepada-Nya. Dalam kebijaksanaan-Nya, Tuhan tahu kapan dan bagaimana menjawab doa, apakah segera atau pada saat akan datang.
Sebagai orang percaya, kesabaran dan ketekunan dalam menunggu jawaban doa menjadi landasan penting untuk membangun iman yang kuat. Namun, kesabaran ini tidak berarti hanya menunggu dengan pasif; sebaliknya, orang-orang percaya dipanggil untuk mengkolaborasikan doa dengan usaha. Ketika kita mengandalkan Tuhan dalam setiap permohonan doa, kita juga harus berkomitmen untuk melakukan bagian kita dengan sepenuh hati. Inilah esensi dari ‘Ora et Labora,’ yang mengingatkan bahwa iman yang hidup harus diungkapkan melalui tindakan nyata, sehingga doa dan usaha saling melengkapi dalam perjalanan iman kita.
- Doa dan Usaha: “Ora et Labora”
Semboyan “Ora et Labora,” yang berarti “Berdoa dan Bekerja,” mengingatkan kita bahwa doa dan usaha harus berjalan beriringan. Dalam Kolose 3:23-24, kita diajarkan untuk melakukan segala sesuatu dengan segenap hati, seolah-olah kita melayani Tuhan, bukan manusia. Ini menunjukkan bahwa iman kita tidak hanya diungkapkan melalui doa, tetapi juga melalui tindakan kita. Ketika kita berdoa, kita harus siap untuk bekerja dan melakukan bagian kita. Doa tanpa tindakan mungkin tidak akan membawa hasil.
Dalam perjalanan iman, penting untuk diingat bahwa kesabaran dalam menunggu jawaban doa bukan hanya sebuah tantangan, tetapi juga kesempatan untuk memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Di sinilah kita diingatkan bahwa doa yang tulus dan penuh ketekunan harus diiringi dengan tindakan nyata, karena iman yang hidup akan mendorong kita untuk bertindak sesuai dengan kehendak-Nya.
Ketika kita menyadari bahwa tindakan kita adalah manifestasi dari iman yang hidup, kita juga harus memahami bahwa doa bukan hanya sekadar permohonan, tetapi juga sebuah pekerjaan yang memerlukan komitmen dan tanggung jawab. Ini membawa pada pemahaman ‘Ora Est Labora’ (Doa adalah Bekerja) mengingatkan bahwa setiap doa yang kita panjatkan adalah bagian integral dari kehidupan kita sebagai orang percaya.
- “Ora Est Labora”: Doa adalah Pekerjaan
Martin Luther pernah mengatakan “Ora Est Labora,” yang berarti “Doa adalah Pekerjaan.” Ini menekankan bahwa doa itu sendiri adalah tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Dalam 1 Tesalonika 5:16-18, Paulus mengingatkan kita untuk “selalu bersukacita, terus berdoa, dan mengucap syukur dalam segala hal.” Doa adalah bagian integral dari kehidupan kita yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan kita sehari-hari.
Ketika memahami bahwa doa dan usaha harus berjalan beriringan, kita semakin menyadari bahwa iman tidak hanya diukur dari seberapa banyak seseorang berdoa, tetapi juga dari seberapa konsisten orang itu bertindak sesuai dengan apa yang didoakan. Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa setiap usaha yang dilakukan adalah bagian dari kerendahan hati di hadapan Tuhan, mengakui bahwa tanpa-Nya, tidak dapat mencapai apa pun.
Karena Tuhan tetap terlibat dalam setiap langkah yang kita ambil. Dalam Amsal 16:3 (TSI3.4), kita diajarkan, ‘Percayakanlah segala usahamu kepada Tuhan, maka rencana akan berhasil.’ Ini menunjukkan bahwa setiap usaha kita harus dimulai dan disertai dengan doa, sehingga Tuhan dapat memberkati dan mengarahkan tindakan kita. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi pelaku, tetapi juga alat di tangan Tuhan untuk mencapai tujuan-Nya.
- Kesimpulan
Pada akhirnya, marilah selalu mengingat bahwa ketiadaan bukti tidak berarti bahwa Tuhan tidak bekerja. Doa adalah bagian penting dari iman, dan kita harus terus berdoa dengan keyakinan bahwa Tuhan mendengarkan setiap doa. Tingkatkanlah komunikasi dengan Bapa di Surga dan tetap percaya bahwa Dia selalu hadir, bahkan ketika kita tidak melihat bukti yang jelas.
Ingatlah bahwa melalui motto “Ora et Labora,” kita diajarkan untuk berdoa sambil bekerja, dan “Ora Est Labora” mengingatkan kita bahwa doa itu sendiri adalah pekerjaan kita. Dengan demikian, mari kita berdoa dan bertindak dalam iman, percaya bahwa Tuhan akan menjawab doa kita sesuai dengan kehendak-Nya. marilah kita berdoa dengan iman, dan ingatlah bahwa Tuhan selalu mendengarkan kita, bahkan dalam ketiadaan bukti. (tk/red)