teraskalteng.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pada Rabu (05/03/2025) pukul 10.30 WIB. Sidang ini akan memeriksa permohonan yang diajukan oleh sembilan mahasiswa, yakni Sigit Julianto, Suciyaningsih, Zahra Rose Budiatmaja, Maritza Sadiralia Hariyandana, Erwin Dimas Wicaksono, Susilo Sumarno, Bambang Bayu Suseno, Junaidi H Mahir, dan Sugianto. Permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 4/PUU-XXIII/2025.
Dilansir dari siaran pers MK, para pemohon meminta pengujian materiil terhadap Pasal 64, 65, dan 66 UU Ketenagakerjaan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Mereka berargumen bahwa ketentuan tersebut mengatur sistem alih daya (outsourcing) yang dalam praktiknya justru memperburuk kesejahteraan pekerja.
Menurut pemohon, sistem outsourcing menciptakan ketidakpastian status kerja karena kontrak kerja bersifat jangka pendek, sehingga pekerja tidak mendapatkan kepastian penghidupan yang layak dan stabil. Selain itu, pekerja outsourcing sering kali tidak menerima hak normatif seperti tunjangan kesehatan, cuti, pesangon, dan jaminan pensiun. Ketimpangan juga terjadi dalam hal upah, di mana pekerja alih daya umumnya dibayar lebih rendah dibandingkan pekerja tetap meskipun menjalankan tugas yang sama.
Pemohon menyoroti bahwa Pasal 66 UU Ketenagakerjaan menimbulkan ketidakpastian hukum dan diskriminasi bagi pekerja alih daya. Status hubungan kerja pekerja alih daya sering kali tidak jelas, terutama mengenai tanggung jawab atas hak-hak pekerja, apakah berada pada perusahaan pemberi kerja atau perusahaan penyedia jasa. Selain itu, pekerja alih daya mengalami diskriminasi dalam hak normatif seperti jaminan kesehatan, cuti tahunan, dan perlindungan hukum, meskipun pekerjaan mereka serupa dengan pekerja tetap.
Lebih lanjut, pemohon menilai bahwa Pasal 64, 65, dan 66 UU Ketenagakerjaan tidak sejalan dengan prinsip kesejahteraan sosial dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sistem outsourcing dinilai mengabaikan prinsip keadilan sosial karena lebih mengutamakan efisiensi biaya perusahaan daripada kesejahteraan pekerja. Praktik ini menciptakan ketimpangan antara kepentingan perusahaan dan hak-hak pekerja, padahal negara seharusnya memastikan kesejahteraan pekerja sebagai bagian penting dari masyarakat ekonomi.
Praktik outsourcing yang dilegalkan melalui Pasal 64, 65, dan 66 UU Ketenagakerjaan juga dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Ketentuan tersebut menciptakan kesenjangan antara pekerja tetap dan pekerja alih daya, di mana pekerja alih daya sering kali tidak mendapatkan hak-hak yang layak meskipun mereka berkontribusi setara dalam pekerjaan.
Pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 64, 65, dan 66 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2) tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 28D ayat (1) tentang hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 33 ayat (3) tentang penguasaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.
Para pemohon berharap MK dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang adil bagi pekerja alih daya, serta memastikan sistem ketenagakerjaan Indonesia mencerminkan prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat sesuai amanat konstitusi. (kpk/tk/red)
Tinggalkan Balasan