teraskalteng.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan fly over Simpang Jalan Tuanku Tambusai–Jalan Soekarno Hatta di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018. Kelima tersangka tersebut adalah YN selaku Kepala Bidang Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau yang juga bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); GR, konsultan perencana; TC, Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya; ES, Direktur PT Sumbersari Ciptamarga; dan NR, Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika melalui siaran pers pada Selasa (21/1/2025), menyampaikan, dalam konstruksi perkara yang diungkap KPK, tersangka YN diduga melakukan penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada Januari 2018 tanpa didukung perhitungan detail, data ukur yang memadai, serta desain yang telah diperbarui. Padahal, terdapat perubahan nilai kontrak pada proyek tersebut. Proses penyusunan HPS ini juga disinyalir melibatkan pemalsuan data dan tanda tangan dalam dokumen kontrak.
“Pekerjaan dalam proyek ini diketahui disubkontrakkan tanpa persetujuan awal dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Subkontrak tersebut dilakukan dengan nilai kontrak yang jauh lebih mahal dibandingkan hasil analisis harga satuannya. Akibat dari praktik ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp60,8 miliar dari total nilai kontrak proyek sebesar Rp159,3 miliar,” jelasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman dalam pasal ini meliputi pidana penjara serta denda yang signifikan.
Tessa Mahardhika menambahkan, pengadaan barang dan jasa diakui sebagai sektor yang rentan terhadap praktik korupsi. Menanggapi hal ini, KPK terus menguatkan upaya pencegahan melalui program Monitoring Centre for Prevention (MCP). Dalam program ini, pemerintah daerah mendapatkan pendampingan intensif agar proses pengadaan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
KPK menegaskan bahwa korupsi dalam proyek infrastruktur, seperti yang terjadi dalam kasus ini, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga antirasuah ini mengajak semua pihak untuk berkomitmen memberantas korupsi di segala lini. (tk/red)
Tinggalkan Balasan