KASONGAN – Gubernur Kalimantan Tengah menyurati menteri dalam negri (Mendagri) atas usul pengesahan pemberhentian Bupati Katingan masa Jabatan tahun 2013-2018 melalui surat no. 100/187/II.1/PEM, 13 April 2017, yang telah beredar.
Dalam surat tersebut memperhatikan surat dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Katingan nomor 172/75/DPRD-KAT/IV/2017 perihal usul pemberhentian Bupati Katingan masa jabatan 2013-2018.
Sebagai bahan pertimbangan usul pengesahan pemberhentian Bupati Katingan masa Jabatan tahun 2013-2018 dilampirkan beberapa dokumen seperti.
“Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 02 P/Khs/2017 tanggal 29 Maret 2017, surat DPRD Kabupaten Katingan nomor 172/75/DPRD-KAT/IV/2017 perihal usul pemberhentian Bupati Katingan masa jabatan 2013-2018, dan berita acara rapat paripurna istimewa masa persidangan II maka meminta Mendagri mengeluarkan surat pemberhentian,” tulisanya.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) melalui putusannya nomor 02 P/Khs/2017 melalui rapat permusyawaratan mahkamah agung. Rabu, (29/03 2017).
Ahmad Yantenglie sebagai pejabat publik (Bupati Katingan) yang sudah beristri telah kawin secara siri dengan seorang perempuan bernama Farida Yeni, A.Md.Gizi dengan status sebagai Aparatur Sipil Negara, yang masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan seorang anggota Kepolisian RI bernama Aipda Sulis Heri Suyanto.
Bahwa menurut salinan amar putusan Mahkamah Agung, Ahmad Yantenglie selaku Bupati Katingan terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap.
“Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu tidak mencatatkan perkawinan yang kedua dengan Farida Yeni, A.Md.Gizi, karena perkawinan yang tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah berindikasikan penyelundupan hukum untuk mempermudah poligami tanpa prosedur hukum, dan menjadi masalah dalam status, hak-hak waris atau hak-hak lain atas kebendaan,” dikutip melalui putusan.mahkamahagung.go.id. sabtu (29/04/2017)
Selain itu Mahkamah Agung menilai Ahmad Yantenglie telah melanggar.
“Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf a, b, c, Pasal 9, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa jikalaupun telah terjadi perkawinan kedua Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) dengan Farida Yeni, A.Md.Gizi, Tenglie juga tidak melaksanakan kewajiban hukumnya karena seharusnya mengajukan permohonan perkawinan tersebut ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya,” lanjutnya.
Akibat Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan tersebut, maka perbuatan tersebut diklasifikasikan telah melakukan perbuatan tercela, melanggar etika, dan peraturan perundang-undangan.
“Tidak melaksanakan ketentuan Pasal 67 huruf b dan d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menghendaki Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dan wajib menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,”lanjutan kutipan.
Berkaitan dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa, Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) telah melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) juncto Pasal 76 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Tidak memenuhi kewajiban sebagai Kepala Daerah untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya dengan selurus-lurusnya,” dalam kutipan MA.
Karena Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) telah melanggar sumpah/janji jabatan tersebut, maka pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan terhadap dugaan perbuatan tercela, melanggar etika dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Ahmad Yantenglie sebagai Bupati Katingan sebagaimana termuat dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan Nomor 7 Tahun 2017, tanggal 13 Februari 2017, adalah berdasar hukum.
(Kwt/Beritasampit.co.id)